1. Kepemimpinan adalah pengaruh
antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and
Nassarik).
2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi,
yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
(Shared Goal, Hemhiel & Coons).
3. Kepemimpinan adalah suatu proses
yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama
(Rauch & Behling).
4. Kepemimpinan adalah kemampuan
seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati
segala keinginannya.
5. Kepemimpinan adalah suatu proses
yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan
dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques).
6. Kepemimpinan adalah mempengaruhi
atau mendapatkan pengikut (John C. Maxwell). Dalam kasus ini, dengan sengaja
mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam
kelompok atau organisasi.
7. Kepemimpinan adalah bentuk
dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau
mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus
(Young).
8. Kepemimpinan sebagai akibat
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu
yang membedakan dirinya dengan pengikutnya (Moejiono, 2002).
9. Para ahli teori sukarela (compliance
induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin.
10. Kepemimpinan merupakan kemampuan
individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang-orang
memberikan kontribusi terhadap keefektivan dan kesuksesan organisasi (House et
al, 1999).
11. Kepemimpinan merupakan proses
membangun rasa atas apa yang dilakukan bersama sedemikian rupa sehingga orang-orang
memahami apa yang dilakukan dan bertanggungjawab (Drath & Palus, 1994).
12. Kepemimpinan merupakan kemampuan
untuk menapaki budaya dan secara evolusioner mulai berusaha mengubah
proses-proses sehingga lebih adaptif (E.H.Schein, 1992).
13. Kepemimpinan adalah menyangkut
pengartikulasian visi, pembentukan nilai-nilai, dan menciptakan lingkungan
sehingga segala sesuatunya dapat diselesaikan (Richards & Engle, 1986).
14. Kepemimpinan merupakan latihan
(exercise) yang memobilisasi orangorang secara institusional, politik,
psikologis, dan sumberdaya lain sedemikian rupa, untuk membangkitkan,
mengikutsertakan, dan memuaskan motif-motif para pengikut (Burns, 1978).
15. Kepemimpinan adalah peningkatan
pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis
terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn, 1978).
16. Kepemimpinan merupakan perilaku
individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk meraih tujuan bersama
(Hemphill & Coons, 1957).
B. TIPE PERILAKU KEPIMPINAN DAN GAYA PEMIMPIN
Menurut University of Iowa Studies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002), Lewin menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas) (p. 406)
Gaya Kepemimpinan Autokratis
Menurut Rivai (2003), kepemimpinan autokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi (p. 61).
Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan (p. 460).
Lebih lanjut Sukanto (1987) menyebutkan ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (pp. 196-198):
1. Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin.
2. Teknik dan langkah-langkah kegiatannya didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkatan yang luas.
3. Pemimpin biasanya membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997), ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis (p. 304):
1. Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.
2. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja.
3. Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota.
4. Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya
Gaya kepemimpinan Demokratis / Partisipatif
Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri (Rivai, 2006, p. 61).
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan(p. 460). Jerris (1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang menghargai kemampuan karyawan untuk mendistribusikan knowledge dan
kreativitas untuk meningkatkan servis, mengembangkan usaha, dan menghasilkan banyak keuntungan dapat menjadi motivator bagi karyawan dalam bekerja (p.203).
Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198):
1. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
2. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
3. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
Lebih lanjut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304):
1. Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.
3. Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
Gaya Kepemimpinan Laissez-faire (Kendali Bebas)
Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002, p. 460).
Menurut Sukanto (1987) ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (pp.196-198) :
1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu dengan partisipasi minimal dari pemimpin.
2. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberi informasi pada saat ditanya.
3. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
4. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas (Handoko dan Reksohadiprodjo, 1997, p. 304):
1. Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.
2. Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum.
3. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.
http://sdm.blogspot.com/2009/10/macam-gaya-kepemimpinan-kepemimpinan.html
C. NAMA - NAMA TOKOH YANG BERHASIL DALAM KEPEMIMPINAN DAN BIDANG KUASANYA
* Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai didirikan pada
abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur
Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia
bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078). Pengganti Meurah Khair
adalah Maharaja Mansyur Syah dari tahun 1078-1133. Pengganti Maharaja
Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah dari tahun 1133-1155.
Raja Kerajaan Samudra Pasai berikutnya
dadalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari
tahun1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan sebutan Tengku Samudra atau
Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini sebenarnya berasal dari Mesir
yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut pelabuhan di Gujarat.
Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat, kerajaan
Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan.
Meurah Silu bergelar Sultan Malik-al
Saleh (1285-1297). Meurah Silu adalah keturunan Raja Perlak (sekarang
Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai. Pada
masa pemerintahannya, system pemerintahan kerajaan dan angkatan perang
laut dan darat sudah terstruktur rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran,
terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai
dan Perlak berjalan harmonis. Meurah Silu memperkokoh hubungan ini
dengan menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja Perlak. Meurah Silu
berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur
Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat
Malaka.
Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya
adalah Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326), Sultan Mahmud Malik
Zahir (1326-1345), Sultan Manshur Malik Zahir (1345-1346), dan Sultan
Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya adalah Sultan Zainal
Abidin (1383-1405). Pada masa pemerintahannya, kekuasaan kerajaan
meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan Zainal Abidin
sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam kepulau Jawa dan Sulawesi
dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim dan
Maulana Ishak.
* Kerajaan Malaka
Iskandar Syah merupakan raja pertama
Kerajaan Malaka. Iskandar Syah awalnya adalah seorang pangeran dari
kerajaan Majapahit yang melarikan diri setelah Majapahit kalah dalam
perang Paregreg. Nama asli Iskandar Syah adalah Parameswara. Ia
melarikan diri bersama pengikutnya ke Semenanjung Malaya dan membangun
kerajaan baru yang kemudian diberi nama Malaka.
Kerajaan Malaka merupakan kerajaan Islam
kedua setelah Kerajaan Samudra Pasai. Berkembangnya kegiatan perdagangan
dan pelayaran di Kerajaan Malaka banyak didukung para pedagang Islam
dari Arab dan India. Kerajaan Malaka pun banyak mendapatkan pengaruh
budaya Islam dari kedua daerah ini. Nama Iskandar Syah sendiri
merupakan nama Islam, yang diperoleh setelah ia menjadi pemeluk agama
Islam. Pada periode kekuasaan Raja Iskandar Syah (1396-1414), Kerajaan
Malaka berkembang sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar yang
disegani kerajaan lain di sekitarnya.
Muhammad Iskandar Syah merupakan putra
mahkota, Kerajaan Malaka yang naik tahta menggantikan ayahnya, Selama
memerintah Malaka, Muhammad Iskandar Syah berhasil memajukan bidang
perdagangan dan pelayaran. Ia juga berhasil menguasai jalur perdagangan
di kawasan Selat Malaka dengan taktik perkawinan politik. Muhammad
Iskandar Syah menikahi putri raja Kerajaan Samudra Pasai dengan tujuan
menundukkan Kerajaan Samudra Pasai secara politis. Setelah mendapatkan
kekuasaan politik Kerajaan Samudra Pasai, ia baru menguasai wilayah
perdagangan disekitarnya. Muhammad Iskandar Syah berkuasa dari tahun
1414-1424.
Sultan Mudzafat Syah memerintah Kerajaan
Malaka dari tahun 1424-1458. Ia menggantikan Muhammad Iskandar Syah
setelah menyingkirkannya dari tahta Kerajaan Malaka melalui sebuah
kemelut politik. Pada masa pemerintahannya Sultan Mudzafat Syah juga
berhasil memperluas kekuasaannya hingga ke Pahang, Indragiri, dan
Kampar.
Setelah Sultan Mudzafat Syah wafat, ia
digantikan oleh putranya Sultan Mansyur Syah. Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Malaka berhasil menguasai kerajaan Siam
sebagai bagian taktik memperluas wilayah kekuasaan dan mengokohkan
kebesarannya di antara kerajaan-kerajaan lain disekitarnya.
Sultan Mansyur Syah tidak menyerang
Kerajaan Samudra Pasai yang merupakan kerajaan Islam. Hal ini merupakan
salah satu kebijakan politik Sultan Mansyur Syah untuk menjalin
hubungan baik dengan sesama kerajaan-kerajaan Islam yang ada
disekitarnya. Sultan Mansyur Syah berkuasa dari tahun 1458-1477
Setelah Sultan Mansyur Syah meninggal
dunia, ia digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Alauddin Syah.
Pada masa pemerintahannya, perekonomian Kerajaan Malaka dalam kondisi
cukup stabil. Arus perdagangan dan pelayaran di sekitar Pelabuhan
Malaka masih cukup ramai, namun selama pemerintahannya Kerajaan Malaka
mengalami kemunduran. Banyak daerah taklukan Kerajaan Malaka yang
melepaskan diri. Perang dan pemberontakan terjadi di banyak kerajaan di
bawah kekuasaan Kerajaan Malaka. Sultan Alauddin Syah berkuasa dari
tahun 1477-1488 M.
Sultan Mahmud Syah menggantikan ayahnya,
Sultan Alauddin Syah yang wafat pada tahun 1488 M. Secara politik,
kekuasaan Kerajaan Malaka hanya tinggal mencakup wilayah utama
Semenanjung Malaka. Daerah-daerah lain telah memisahkan diri dan menjadi
kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Dalam kondisi yang semakin
lemah, pada tahun 1511 M, armada perang bangsa Portugis yang dipimpin
oleh Afonso d’Albuquerque akhirnya berhasil menguasai dan menaklukan
Kerajaan Malaka.
Kerajaan Aceh Darussalam
Sebagai pusat penyebaran agama Islam,
berdirinya kerajaan Samudra Pasai mengilhami pendirinya Kerajaan Aceh
Darussalam pada tahun 1511 M. Kerajaan Aceh Darusalam berlokasi di
daerah hulu pulau Sumatra, atau ujung Pantai Aceh yang disebut sebagai
Aceh Besar. Raja pertama Kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan Ali
Mughayat Syah. Setelah Sultan Ali Mughayat Syah wafat, tahta Kerajaan
Aceh Darussalam beralih pada putranya yang kemudian bergelar Sultan
Salahuddin. Sayangnya, keadaan pemerintahan kurang mendapat perhatian
raja sehingga selama masa pemerintahannya Aceh Darussalam mengalami
kemunduran drastis. Kekuasan Sultan Salahuddin, kemudian direbut oleh
Sultan Alauddin.
Selama pemerintahan, Sultan Alauddin
mengadakan perbaikan kondisi kerajaan dan perluasan wilayah, antara
lain ke Kerajaan Aru. Namun, usahanya untuk merebut Malaka dari
Portugis mengalami kegagalan. Sultan Alauddin juga aktif menyebarkan
pengaruh Islam dengan mengirim banyak ahli dakwah ke Pulau Jawa. Salah
satunya adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Sultan Alauddin wafat, Kerajaan Aceh
Darussalam kembali mengalami kemunduran. Hal ini terjadi akibat
pergolakan politik internal dan pemberontakan yang berlangsung cukup
lama. Kerajaan Aceh Darussalam mengalami perkembangan pesat dan mencapai
masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kerajaan
Aceh Darussanlam pada saat itu tumbuh menjadi kerajaan besar yang
berhasil menguasai jalur perdagangan alternatif. Keberhasilan ini mampu
menyaingi monopoli perdagangan Portugis di Kerajaan Malaka.
Struktur pemerintahan Kerajaan Aceh
Darussalam dibentuk oleh Sultan Iskandar Muda. Pada dasarnya, struktur
kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam terbagi menjadi dua wilayah, yaitu
kekuasaan oleh kaum bangsawan dan alim ulama. Dalam kekuasaan
kebangsawanan, wilayah Kerajaan Aceh Darusalam terbagi dalam
daerah-daerah kehulubalangan yang dikepalai oleh Uleebalang.
Penganti Sultan Iskandar Muda adalah
menantunya yang bergelar Sultan Iskandar Thani. Ia menjadi raja pada
tahun 1636. Pada masa itu Sultan Iskandar Thani menerapkan kebijakan
yang lebih lunak daripada Iskandar Muda. Hal itu menyebabkan
daerah-daerah taklukan melepaskan diri satu per satu. Pemerintahan
Iskandar Thani tidak berlangsung lama karena meninggal pada tahun 1641.
Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam akhirnya dilanjutkan oleh putri
Sri Alam Permaisuri, putri Sultan Iskandar Muda, yang bergelar Sultanah
Tajul Alam Safiatuddin Syah (1641-1675M). Sultanah adalah gelar untuk ratu Kerajaan Aceh Darussalam. Selama 59 tahun berikutnya, Kerajaan Aceh Darussalam diperintah oleh ratu.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal
dunia, secara perlahan Kerajaan Aceh Darussalam mengalami kemunduran.
Hal ini karena raja-raja setelah sultan Iskandar Muda tidak mampu
mempertahankan wilayah Aceh yang sangat luas. Terjadi perpecahan antar
kelompok dalam masyarakat Aceh, yaitu antara golongan ulama (Tengku) dan golongan bangsawan yang lebih dekat dengan penjajahan Kolonial Belanda.
Kerajaan Demak
Berdirinya Kerajaan Demak
dilatarbelakangi oleh melemahnya pemerintahan Kerajaan Majapahit atas
daerah-daerah pesisir utara Jawa. Daerah-daerah pesisir seperti Tuban
dan Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah-daerah yang
juga merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi
pendirian Demak sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.
Raden Patah adalah raja pertama Kerajaan
Demak. Ia memerintah dari tahun 1500-1518. Pada masa pemerintahan agama
Islam mengalami perkembangan pesat. Raden Patah bergelar Senopati
Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pengangkatan Raden Patah sebagai Raja Demak dipimpin oleh anggota wali
lainnya. Pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi
daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di
Kalimantan. Pada masa pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak
yang dibantu oleh para wali dan sunan sahabat Demak.
Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke tangan
Portugis tahun 1511, Raden Patah merasa berkewajiban untuk membantu.
Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur perdagangan nasional.
Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati Unus untuk menyerang Portugis
di Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Setelah Raden Patah wafat
pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati Unus. Pati Unus hanya
memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun 1521 dalam
usahanya mengusir Portugis dari kerajaan Malaka.
Saudaranya, Sultan Trenggono, akhirnya
menjadi raja Demak ketiga dan merupakan raja Demak terbesar. Sultan
Trenggono berkuasa di kerajaan Demak dari tahun 1521-1546. Sultan
Trenggono dilantik menjadi raja Demak oleh Sultan Gunung Jati. Ia
memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono,
Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya dan agama Islam berkembang
lebih luas lagi. Sultan Trenggono mengirim Fatahilallah ke Banten. Dalam
perjalanannya ke Banten, Fatahillah singgah di Cirebon untuk menemui
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bersama-sama dengan pasukan
Kesultanan Cirebon, Fatahillah kemudian dapat menaklukan Banten dan
Pajajaran.
Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada
tahun 1546, Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran karena terjadinya
perebutan kekuasaan. Perebutan tahta Kerajaan Demak ini terjadi antara
Sunan Prawoto dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati
Jipang (sekarang Bojonegoro) yang merasa lebih berhak atas tahta
Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik
berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto oleh Arya Penangsang. Arya
Penangsang juga membunuh adik Sunan Prawoto, yaitu Pangeran Hadiri.
Usaha Arya Penangsang menjadi Sultan
Demak di halangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Jaka
Tingkir mendapat dukungan dari para tetua Demak, yaitu Ki Gede
Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini akhirnya berkembang
menjadi Perang Saudara. Dalam pertempuran ini, Arya Penagsang terbunuh
sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir.
Jaka Tingkir menjadi raja Kerajaan Demak
dengan gelar Sultan Hadiwijya. Ia kemudian memindahan pusat kerajaan
Demak ke daerah Pajang.Walaupun sebenarnya sudah menjadi kerajaan baru,
kerajaan Pajang masih mengklaim diri sebagai penerus Kerajaan Demak.
Sebagai tanda terima kasih kepada Ki Gede Pemanahan yang telah
mendukungnya, Sultan Hadiwijaya memberikan sebuah daerah Perdikan (otonom) yang disebut Mataram. Ki Gede Pemanahan kemudian menjadi penguasa Mataram dan di sebut Ki Gede Mataram.
Sultan Hadiwijaya bukanlah digantikan
oleh putranya, yakni Pangeran Benawa, melainkan putra Sunan Prawoto,
Aria Pangiri. Pangeran Benawa sendiri diangkat sebagai penguasa daerah
Jipang. Pangeran Benawan kurang puas dengan keputusan ini. Apalagi,
pemerintahan Aria Pangiri di Pajang juga dikelilingi oleh para bekas
pejabat Kerajaan Demak. Pangeran Benawa kemudian minta bantuan kepada
Sutawijaya, putra Ki Ageng Mataram, untuk merebut kembali tahta
Kerajaan Pajang.
Pada tahun 1588, Sutawijaya dan Pangeran Benawan berhasil merebut
kembali tahta Kerajaan Pajang. Kemudian, Benawa menyerahkan hak kuasanya
pada Sutawijaya secara simbolis melalui penyerahan pusaka Pajang pada
Sutawijaya. Dengan demikian, Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan
Mataram.Kerajaan Banten
Kerajaan Banten meliputi wilayah sebelah
barat pantai Jawa sampai ke Lampung. Daerah ini sebenarnya merupakan
daerah tetangga Kerajaan Pajajaran, yang dalam Carita Parahyangan dikenal dengan nama Wahanten Girang.
Peletak dasar Kerajaan Banten adalah Syarif Hidayutullah atau Sunan
Gunung Jati. Tahun 1526 M, Syarif Hidayatullah menguasai bagian barat
pantai utara jawa untuk menundukkan Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten
dijadikan sebagai basis penyerangan ke Karajaan Pajajaran dilakukan
karena Kerajaan Pajajaran menolak usaha penyebaran agama Islam.
Akhirnya pelabuhan Sunda Kelapa merhasil
dikuasai pada tahun1527, tetapi Kerajaan Banten masih tetap menjadi
daerah kekuasaan Kerajaan Demak, Ketika Sultan Hadiwijaya berkuasa di
Demak. Raja yang pertama adalah putra Syarif Hidayatullah, Maulana
Hasanuddin. Penguasa Kerajaan Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf
(1570-1580). Selama sembilan tahun dibawah pimpinan Maulana Yusuf
kerajaan Banten berusaha menundukkan Pakuan ibukota kerajaan Pajajaran,
Namun pada tahun 1579 Banten berhasil menaklukan Pakuan.
Setelah Maulana Yusuf meninggal dunia
tahun1580, tahta kerajaan Banten jatuh ke tanggan Maulana Muhammad yang
masih berusia 9 tahun. Oleh karena masih sangat muda, kekuasaan
pemerintahan dijalankan oleh sebuah badan perwalian yang terdiri dari Kali (Jaksa Agung) dan empat menteri. Badan perwalian ini berkuasa sampai Maulana Muhammad cukup umur untuk memerintah.
Tahun 1596, Banten melancarkan serangan
terhadap Kerajaan Palembang, serangan tersebut dipimpin oleh Maulana
Muhammad, penyerangan ini bertujuan untuk melancarkan jalur perdagangan
hasil bumi dan rempah-rempah dari daerah Sumatra. Namun penyerangan itu
tidak berhasil dan Maulana Muhammad gugur. Wafatnya Maulana
mengakibatkan kosongnya pemerintahan di Banten. Sedangkan anaknya yang
bernama Abu Mufakhir masih berusia 5 bulan. Untuk sementara Kerajaan
Banten di pimpin oleh badan perwalian yang di ketuai oleh
Jayanegara(wali kerajaan) dan Nyai Emban Rangkung (pengasuh pangeran).
Pada masa ini armada dagang Belanda tiba di Banten, Armada ini dipimpin
oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596.
Abu Mufakhir baru resmi menjadi pemimpin
kerajaan Banten pada tahun 1596. Tahun 1638, khalifah Mekah memberikan
gelar Sultan pada Abu Mufakhir. Beliau wafat pada tahun 1651. Kemudian
putranya mengantikannya dengan gelar Sultan Abu Ma’ali Ahmad
Rahmatullah, tetapi tidak lama kemudian beliau wafat.
Raja Banten berikutnya adalah Sultan
Ageng Tirtayasa. Di bawah pemerintahannya kerajaan Banten berhasil
mencapai kejayaannya. Beliau berusaha keras mengusir kekuasaan armada
Balanda (VOC) dari kerajaan Banten. Pada tahun 1671, Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkat putra mahkotanya yaitu Sultan Abdul Kahar atau
Sultan Haji sebagai Raja Muda. Pemerintahan sehari-hari di jalankan oleh
Sultan Haji namun Sultan Ageng Tirtayasa tetap mengawasi.
Selam pemerintahannya, Sultan Haji
cenderung bersahabat dengan VOC. VOC memanfaatkan kesempatan ini untuk
mempengruhi kebijakan pemerintahan Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa
tidak menyetujui hubungan baik Sultan Haji dengan Belanda dan
berrencana mencabut kembali kekuasaannya. Sultan Haji dengan dukungan
Belanda tetap mempertahankan tahta Kerajaan Banten sehingga timbul
persengketaan dan perang saudara. Akibat penghianatan ini pada tahun
1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan oleh
Belanda di Batavia. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya wafat pada tahun
1692 dan kerajaan Banten menjadi kerajaan boneka di bawah kendali
Belanda.
http://history1978.wordpress.com/all-about-indonesian-history
Tidak ada komentar:
Posting Komentar